pemiluindonesiaku.blogspot.com - Jakarta - Ada kekhawatiran sejumlah partai politik terhadap
keberadaan sejumla pihak yang ingin mengacaukan Pemilu 2014. Cara ini
harus dihentikan, karena merusak kualitas demokrasi.
Ketakutan ini diucapkan Wakil Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Sabtu (29/3/2014) dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta. Hasto menyebut, ada dalang yang mengacaukannya yakni Megalomania.
Pengamat politik Jerry Sumampouw mengatakan, tak perlu khawatir secara berlebihan soal dugaan kecurangan. Walau indikasinya menguat, tapi ada harapan pihak-pihak curang itu melihat rakyat sebagai yang akan dikorbankan.
"Saya kira perlu mengingatkan siapapun yang hendak melakukan kecurangan itu, supaya berhenti. Apakah akan sedemikian dilakukan? Karena itu akan merusak semua. Resikonya terlalu besar," kata Jerry, Jakarta, Minggu (30/3/2014).
Kekuatiran PDI Perjuangan, karena sebagai partai oposisi diprediksi akan menang di Pemilu 2014. Sementara partai pendukung pemerintah yang diprediksi menurun, tidak mendapat dukungan publik lagi.
"Ada memang parpol yang mungkin akan terpukul karena turun terlalu jauh. Misalnya Partai Demokrat. Bahkan ada survei yang menyatakan dia takkan lulus Parliamentary Threshold," jelas dia.
Peluang itu juga membuat banyak pihak mengkhawatirkan adanya kecurangan itu. Pihak-pihak itu tentu tidak ingin elit mereka kecewa dan malu.
"Itu kan akan mempermalukan elit seperti SBY. Maka memang ada kemungkinan curang itu, karena faktor menghindari kemungkinan suara turun drastis seperti itu,".
Jerry sempat melakukan riset, yang menyatakan bahwa dalam beberapa pemilu terakhir, kecurangan selalu berawal dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bermasalah. Itu juga terjadi sekarang.
"Dulu kata KPU yang tak punya nomor induk kependudukan atau NIK itu hanya 1,5 juta. Tapi sekarang kok malah bertambah," kata Jerry.
Modus kedua adalah memanipulasi logistik pemilu. Fakta di lapangan, ada banyak problem logistik seperti gudang tak siap, pengiriman berlebihan, dan pengiriman kurang.
Belum lagi proses pencetakan dan distribusi logistik seperti surat suara dan formulir penghitungan suara (C1) yang tak terawasi. Kata Jerry, Logikanya setiap perusahaan selalu mencetak lebih.
"Nah, kelebihan cetak itu dikemanakan? Itu tak jelas. Itu bisa juga terjadi di C1. Katanya form C1 pakai hologram sehingga tak bisa dimanipulasi. Tapi bagaimana kalau sejak awal C1 sudah dicetak lebih? Dan tak ada pengawasan," katanya. Apalagi kita tidak tahu dikemanakan surat suara yang kelebihan cetak itu.
Indikasi kecurangan ketiga ada di proses rekapitulasi di tingkat kecamatan dan kabupaten. Pada tingkat ini biasanya kurang diawasi.
Apabila diasumsikan kelompok curang tadi sudah berhasil memanipulasi DPT, mendapat surat suara dan formulir C1 berlebih, kini mereka hanya tinggal mengganti kotak suara. Sementara pengawasan untuk kotak suara sendiri sangat lemah.
"Katanya ada mitra pengawas pemilu. Kalaupun mereka jadi dibiayai negara, mereka kan hanya bekerja di hari H. Dan apa dia akan mengawasi kotak suara 24 jam? Itu tak jelas juga. Yang awasi 24 jam hanya polisi," jelasnya.
KPU Pusat tentu juga tidak akan menyalahkan kerja KPU Daerah. Walau ada kesalahan hasil rekap daerah, tetap dibawa ke rekap tingkat nasional.
"KPU pusat akan membela mati-matian. Ini yang saya sebut struktur KPU memungkinkan kecurangan terjadi dan dibela KPU tingkat atas," jelas Jerry.
"Jadi KPU sendiri sulit diharapkan menemukan kesalahan internal. Kalaupun mau diproses, itu tunggu DKPP alias butuh waktu. Sementara proses perhitungan suara tetap jalan,".
Dengan pengalaman yang sudah ada, potensi kecurangan itu tetap bisa terjadi. "Jadi potensi kecurangan sangat mungkin terjadi. Di masa lalu terjadi, dan sampai sekarang kemungkinan terjadi. Kemungkinan dilakukan oleh parpol yang punya akses ke KPU," jelas Jerry.
Sementara itu, Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto, menyatakan pihaknya mensinyalir ada dua pihak yang bisa melakukan kecurangan pemilu. Dia menyebutnya sebagai 'Bapak Megaloma' dan 'Ibu Nia', yang jika bertemu akan menjadi keluarga "Megalomania".
"Itu adalah simbolisasi atas realitas bekerjanya kekuatan anti demokrasi. Kedua kekuatan itu merupakan pertemuan antara pihak-pihak yang ingin mempertahankan kekuasaan dengan mereka yang ingin merebut kekuasaan," kata Hasto. (nasional.inilah.com 30032014)
Ketakutan ini diucapkan Wakil Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Sabtu (29/3/2014) dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta. Hasto menyebut, ada dalang yang mengacaukannya yakni Megalomania.
Pengamat politik Jerry Sumampouw mengatakan, tak perlu khawatir secara berlebihan soal dugaan kecurangan. Walau indikasinya menguat, tapi ada harapan pihak-pihak curang itu melihat rakyat sebagai yang akan dikorbankan.
"Saya kira perlu mengingatkan siapapun yang hendak melakukan kecurangan itu, supaya berhenti. Apakah akan sedemikian dilakukan? Karena itu akan merusak semua. Resikonya terlalu besar," kata Jerry, Jakarta, Minggu (30/3/2014).
Kekuatiran PDI Perjuangan, karena sebagai partai oposisi diprediksi akan menang di Pemilu 2014. Sementara partai pendukung pemerintah yang diprediksi menurun, tidak mendapat dukungan publik lagi.
"Ada memang parpol yang mungkin akan terpukul karena turun terlalu jauh. Misalnya Partai Demokrat. Bahkan ada survei yang menyatakan dia takkan lulus Parliamentary Threshold," jelas dia.
Peluang itu juga membuat banyak pihak mengkhawatirkan adanya kecurangan itu. Pihak-pihak itu tentu tidak ingin elit mereka kecewa dan malu.
"Itu kan akan mempermalukan elit seperti SBY. Maka memang ada kemungkinan curang itu, karena faktor menghindari kemungkinan suara turun drastis seperti itu,".
Jerry sempat melakukan riset, yang menyatakan bahwa dalam beberapa pemilu terakhir, kecurangan selalu berawal dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bermasalah. Itu juga terjadi sekarang.
"Dulu kata KPU yang tak punya nomor induk kependudukan atau NIK itu hanya 1,5 juta. Tapi sekarang kok malah bertambah," kata Jerry.
Modus kedua adalah memanipulasi logistik pemilu. Fakta di lapangan, ada banyak problem logistik seperti gudang tak siap, pengiriman berlebihan, dan pengiriman kurang.
Belum lagi proses pencetakan dan distribusi logistik seperti surat suara dan formulir penghitungan suara (C1) yang tak terawasi. Kata Jerry, Logikanya setiap perusahaan selalu mencetak lebih.
"Nah, kelebihan cetak itu dikemanakan? Itu tak jelas. Itu bisa juga terjadi di C1. Katanya form C1 pakai hologram sehingga tak bisa dimanipulasi. Tapi bagaimana kalau sejak awal C1 sudah dicetak lebih? Dan tak ada pengawasan," katanya. Apalagi kita tidak tahu dikemanakan surat suara yang kelebihan cetak itu.
Indikasi kecurangan ketiga ada di proses rekapitulasi di tingkat kecamatan dan kabupaten. Pada tingkat ini biasanya kurang diawasi.
Apabila diasumsikan kelompok curang tadi sudah berhasil memanipulasi DPT, mendapat surat suara dan formulir C1 berlebih, kini mereka hanya tinggal mengganti kotak suara. Sementara pengawasan untuk kotak suara sendiri sangat lemah.
"Katanya ada mitra pengawas pemilu. Kalaupun mereka jadi dibiayai negara, mereka kan hanya bekerja di hari H. Dan apa dia akan mengawasi kotak suara 24 jam? Itu tak jelas juga. Yang awasi 24 jam hanya polisi," jelasnya.
KPU Pusat tentu juga tidak akan menyalahkan kerja KPU Daerah. Walau ada kesalahan hasil rekap daerah, tetap dibawa ke rekap tingkat nasional.
"KPU pusat akan membela mati-matian. Ini yang saya sebut struktur KPU memungkinkan kecurangan terjadi dan dibela KPU tingkat atas," jelas Jerry.
"Jadi KPU sendiri sulit diharapkan menemukan kesalahan internal. Kalaupun mau diproses, itu tunggu DKPP alias butuh waktu. Sementara proses perhitungan suara tetap jalan,".
Dengan pengalaman yang sudah ada, potensi kecurangan itu tetap bisa terjadi. "Jadi potensi kecurangan sangat mungkin terjadi. Di masa lalu terjadi, dan sampai sekarang kemungkinan terjadi. Kemungkinan dilakukan oleh parpol yang punya akses ke KPU," jelas Jerry.
Sementara itu, Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto, menyatakan pihaknya mensinyalir ada dua pihak yang bisa melakukan kecurangan pemilu. Dia menyebutnya sebagai 'Bapak Megaloma' dan 'Ibu Nia', yang jika bertemu akan menjadi keluarga "Megalomania".
"Itu adalah simbolisasi atas realitas bekerjanya kekuatan anti demokrasi. Kedua kekuatan itu merupakan pertemuan antara pihak-pihak yang ingin mempertahankan kekuasaan dengan mereka yang ingin merebut kekuasaan," kata Hasto. (nasional.inilah.com 30032014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PEMILU