pemiluindonesiaku.blogspot.com - Lembaga survei atau hitung cepat kini boleh mempublikasikan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 tanpa harus diatur waktu. Pasalnya, peraturan soal pengumuman quick count dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hamdan Zoelva, saat membacakan sidang putusan di ruang sidang utama MK, Jakarta, Selasa (3/4/2014).
Jadi, Pasal 247 ayat (2), ayat (5), ayat (6), dan Pasal 291, serta Pasal 317 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakat, DPD, dan DPRD, bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangannya, Pasal 245 ayat (2) dan ayat (3), dan ayat (5), Pasal 282 dan Pasal 307 UU Nomor 10 Tahun 2008, Mahkamah dalam putusannya nomor 9/PUU-VII/2009, tanggal 30 Maret 2009 telah menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menurut MK, bahwa jajak pendapat atau survei maupun penghitungan cepat hasil pemungutan suara dengan menggunakan ilmiah adalah suatu bentuk pendidikan, pengawasan, dan penyeimbang dalam proses
penyelenggara negara termasuk Pemilu.
penyelenggara negara termasuk Pemilu.
MK menuturkan sejauh dilakukan sesuai dengan prinsip metodologis-ilmiah dan tidak bertendensi memengaruhi pemilih pada masa tenang, maka pengumuman hasil survei tidak dapat dilarang.
Kedua, sejauh menyangkut hasil penghitungan cepat, menurut Mahkamah, tidak ada data yang akurat untuk menunjukkan bahwa pengumuman cepat telah mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan masyarakat.
"Dari sejumlah quick count selama ini tidak satupun menggangu ketertiban masyarakat sebab sejak awal hasil quick count tersebut memang tidka dapat disikapi sebagai hasil resmi," demikian pertimbangan Mahkamah dikutip dari website MK, Jakarta, Selasa (3/4/2014).
Lebih lanjut, jika kepentingan yang hendak dicapai dengan melarang pengumuman hasil survei saat masa tenang adalah ketertiban umum, itu dapat dicapai dengan penegakan undang-undang atau bidang hukum yang relevan dengan hal tersebut.
Bahkan, lanjut MK, banyak warga yang menunggu hasil quick count tersebut begitu pemugutan suara selesai dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa hasil yang resmi akan diumumkan KPU.
Mahkamah juga membatalkan norma tersebut karena menilai bahwa hak masyarakat untuk tahu (rights to know) untuk mendapatkan bagian dari HAM yaitu kebebasan untuk mendapatkan informasi dan secara a contrario juga kebebasan memilih atau menyampaikan informasi (freedom of information).
"Jajak pendapat atau survei adalah ilmu sekaligus seni. Penyusunan sampel dan angkat, penyediaan perlengkapan survei, serta analisis hasilnya merupakan ilmu penelitian pendapat publik berdasarkan metode dan teknik yang sudah mantap dan absah. Sedangkan seninya terletak dalam penyusunan pertanyaan dan pilihan kata yang dipakai dalam pertanyaan.
"Selain pertimbangan di atas, Mahkamah perlu menegaskan bahwa objektivitas lembaga yang melakukan survei dan penghitungan cepat harus lah independen dan tidak dimaksudkan untuk menguntungkan atau memihak salah satu peserta Pemilu. Sehingga lembaga survei yang mengumumkan hasil survei baik dengan. Penghitungan cepat harus tetap bertanggung jawab baik secara ilmiah maupun secara hukum," demikian pertimbangan Mahkamah.
Sebelumnya, pemohon uji materi tersebut adalah Burhanuddin selaku direktur eksekutif PT Indikator Politik Indonesia dan Grace Natalie Louisa dari PT Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC).
Sumber: http://www.tribunnews.com 3 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PEMILU