Hasil Quick Count Pilpres 2014. Prabowo Hatta VS Jokowi-JK. Populi Center 49.05% :50.95%. CSIS 48.10% :51.90%. Litbang Kompas 47.66% :52.33%. IPI 47.05% :52.95%. LSI 46.43% :53.37%. RRI 47.32% :52.68%. SMRC 47.09% :52.91%. Puskaptis 52.05% :47.95%. IRC 51.11% :48.89%. LSN 50.56% :49.94%. JSI 50.13% :49.87% .

KABINET KERJA

Minggu, 28 April 2013

Parpol Masih Terjebak Kapital-Popularitas

pemiluindonesiaku.blogspot.com - JAKARTA, Partai politik dinilai masih terjebak pada kapital dan popularitas dalam menghadapi pemilu, khususnya pemilu legislatif 2014. Parpol harus mengubah kondisi tersebut agar para politisinya tidak kembali terjebak kepada tindak pidana korupsi maupun penyimpangan lainnya.

"Partai saat ini terjebak popularitas dan kapital," kata Hanta Yudha, peneliti senior Pol-Tracking Institute, saat diskusi Marketing Politik dan Biaya Politik Haruskah Mahal? yang digelar Cides Indonesia di Gedung The Habibie Center, Jakarta, Sabtu ( 27/4/2013 ).

Hanta mengatakan, biaya politik untuk Pemilu 2014 diperkirakan masih akan sangat tinggi. Pasalnya, tidak ada pengaturan yang ketat terkait sumbangan untuk parpol. Meski diatur nominal sumbangan dari perseorangan maupun badan usaha, itu masih dapat disiasati dengan memanipulasi identitas penyumbang, apalagi saat ini sama sekali belum ada aturan pembatasan pengeluaran dana kampanye.

Hanta menambahkan, transaksi pemilu sudah dimulai dari proses rekrutmen bakal calon legislatif oleh parpol. Transaksi selanjutnya antara bakal caleg dan pemilih yang belum menentukan pilihan. Terakhir, kata dia, antara kandidat dan penyelenggara pemilu.

Masalah paling penting, tambah Hanta, pada proses rekrutmen bakal caleg. Mereka yang dipilih masih ada yang tidak berkualitas. Parpol masih saja mengusung bakal caleg berdasarkan popularitas seperti dari kalangan artis. Dalam menghadapi persaingan, bakal caleg tidak populer memilih jalan pintas dengan menggelontorkan uang. "Biasanya yang kalah sebelum berperang pilih uang. Tapi, tidak semua yang punya uang lolos. Artis di pemilu lalu ada 60-an, yang lolos cuma 16 orang. Jadi, mereka terjebak popularitas sama uang," pungkas Hanta.
Sumber: KOMPAS.com —  Sabtu, 27 April 2013
 
 
Parpol Cari Jalan Pintas 
Sabtu, 27 April 2013
Banyaknya artis yang direkrut partai-partai politik sebagai calon legislatif, menunjukkan partai politik mencari cara mudah dan instan untuk mendongkrak perolehan suara. Jalan pintas ini memunculkan kader karbitan yang kualitasnya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Hal ini diungkapkan Peneliti LIPI, Siti Zuhro di Jakarta, Jumat (26/4/2013) petang. "Rekrutmen dan kaderisasi buruk yang dilakukan parpol akhirnya membuat kinerja parlemen tidak membaik. Semestinya, artis tak hanya digunakan sebagai vote getter, tetapi juga sebagai calon anggota dewan. Karenanya, artis dan caleg lainnya perlu dipersiapkan dengan baik," katanya.

Tanpa pendidikan politik, kaderisasi, dan persiapan memadai, parpol merusak nilai-nilai demokrasi Indonesia karena pilar-pilarnya - partai, pemilu, dan parlemen - koropos.

Dalam analisis Indonesia Indicator, lembaga survei yang memantau sekitar 1,6 juta berita sepanjang April 2012-2013 di 337 media daring termasuk media sosial, sebagian artis yang beralih menjadi politisi bisa bertransformasi. Adapula yang tetap berada pada kondisi transisi, adapula yang belum bertransformasi.

Communication Director Indonesia Indicator, Rustika Herlambang, kemarin menjelaskan, transformasi ini terlihat pada berita-berita di seputar pesohor. Sebagai artis, isu yang melekat terkait dirinya, sedangkan sebagai politisi, semestinya ini berubah menjadi isu-isu publik.

Dalam survei, politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka dan Dedi Gumelar serta politisi Partai Golkar Nurul Arifin dan Tantowi Yahya, dinilai mampu bertransformasi dari artis menjadi politisi. Kalaupun diberitakan, isu-isu yang melekat terkait partai politik dan isu publik.

Sebaliknya, Rhoma Irama, Eko Patrio, dan Venna Melinda dinilai masih berada di posisi transisi antara selebitis menuju politisi. Venna misalnya, sudah menjadi kader Partai Demokrat dan anggota DPR. Akan tetapi, akhir-akhir ini Venna lebih banyak diberitakan untuk isu-isu pribadi.

Dalam diskusi yang diselenggarakan Rumah Kebangsaan di Jakarta, Jumat (26/4/2013), politisi PPP Okky Asokawati menilai tidak adil bila artis selalu diberi stigma tidak peka dengan isu publik. Juga tidak adil bila caleg artis dihadapkan dengan caleg kalangan aktivis. Kenyataannya, banyak politisi yang bukan dari kalangan pesohor dan tidak perduli dengan isu-isu sosial.

Di komisi IX DPR, tempat Okky bertugas, pun banyak anggota parlemen yang bukan pesohor dan tidak pernah berbicara dalam rapat-rapat komisi.

Diskusi bertema "Dilematika Politisi Pesohor dalam Rekrutmen Partai Politik" ini juga dihadiri caleg PDIP Edo Kondologit, caleg Partai Nasdem Donny Damara, serta Cornelia Agatha dari Rumah Kebangsaan.

Edo mencalonkan diri sebagai caleg setelah menjalani kaderisasi di PDIP selama tujuh tahun. Dia berharap bisa menjadi jembatan dalam komunikasi Papua dan pemerintah pusat di Jakarta, serta mengurai akar masalah di Papua, yaitu kesenjangan dan ketidakadilan.Adapun Donny Damara menyadari masyarakat banyak kecewa oleh parpol serta skeptis pada politisi. Karenanya, partai politik bertanggung jawab menyiapkan kader-kadernya. Namun, proses ini memerlukan waktu.
Sumber: KOMPAS.com —  Sabtu, 27 April 2013
 

Mengapa Parpol Cenderung Transaksional dan Pragmatis?
Direktur Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH), M Hatta Taliwang, menyatakan, kehadiran partai politik (parpol) dalam sistem demokrasi merupakan sebuah keniscayaan. Namun, mengapa justru peranan parpol di Indonesia dinilai sebagian kalangan menjadi sumber persoalan?

"Sekarang ini parpol hadir di antara kekuasaannya yang sangat besar dan sewenang-wenang serta pragmatis, tak loyalnya kader partai, sehingga banyak aktivis parpol yang loncat pagar dan menyeberang ke partai lain, serta tudingan ke oknum parpol yang cenderung transaksional. Apa penyebabnya?" tanyanya, Rabu (24/4/2013) pagi ini.

Oleh sebab itu, tambah mantan anggota Komisi IX DPR itu, pihaknya menggelar diskusi dengan tema, "Perubahan dimulai dari partai, menggugat sistem pendanaan dan kaderisasi di partai politik", pada Kamis (2/5/2013) siang hingga sore di Galeri Cafe TIM Cikini, Jakarta.

"Dengan diskusi itu, sederet pertanyaan akan dibahas. Bagaimana agar partai menjadi alat perjuangan rakyat, bukan jadi alat segelintir elit (pemilik modal/kuasa) yang memertahankan kekuasaan? Etis dan bermoralkah sebuah partai dikelola denga sistem kekerabatan/keluarga?" katanya.Mengapa banyak kader partai bisa loncat dari satu partai ke partai yang lain meskipun berbeda ideologi dari partai sebelumnya. "Masihkah ada ideologi dan masihkah penting ideologi partai?" tambahnya.
Sumber: KOMPAS.com — Rabu, 24 April 2013
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMILU