Hasil Quick Count Pilpres 2014. Prabowo Hatta VS Jokowi-JK. Populi Center 49.05% :50.95%. CSIS 48.10% :51.90%. Litbang Kompas 47.66% :52.33%. IPI 47.05% :52.95%. LSI 46.43% :53.37%. RRI 47.32% :52.68%. SMRC 47.09% :52.91%. Puskaptis 52.05% :47.95%. IRC 51.11% :48.89%. LSN 50.56% :49.94%. JSI 50.13% :49.87% .

KABINET KERJA

Sabtu, 16 Agustus 2014

Pilpres 2014 Dapat Dibatalkan Demi Hukum

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang terakhir gugatan pilpres 2014 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemohon pasangan Prabowo-Hatta, termohon KPU, dan terkait pasangan Jokowi-JK, di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2014).
pemiluindonesiaku.blogspot.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin J‎uajir Sumardi mengatakan, pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu bisa berimplikasi terhadap hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) berupa pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana.

Karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) harus cermat dalam mengambil keputusan, tak hanya berdasarkan angka-angka, tetapi juga berdasarkan substansi dari proses Pilpres itu sendiri.

"Jika pelanggaran administrasi dan pidana yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu itu terbukti, maka berimplikasi terhadap pembatalan hasil Pilpres 2014. Apalagi pelanggaran itu dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif," kata Juajir dalam keterangan persnya, Sabtu (16/8/2014).

Juajir menuturkan, dari proses tahapan Pemilu dari penetapan daftar pemilih sementara hingga daftar pemilih tetap (DPS-DPT) sampai perhitungan rekapitulasi suara Pilpres yang bertanggung jawab adalah KPU dan Bawaslu.

"Termasuk pembukaan kotak suara yang tidak diperintahkan oleh hakim MK, dan jika terbukti, maka hasil Pilpres itu bisa dibatalkan demi hukum," ujarnya.

Untuk itu, segala sengketa Pemilu diselesaikan di MK, agar Pemilu berlangsung secara Luber (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil). Langkah itu, kata Juajir, agar Pemilu yang berlangsung tak saja berdasarkan angka-angka formal, melainkan berbasis keadilan, kejujuran, keterbukaan, kebenaran substansial, dan bisa dipertanggungjawabkan.

"Jangan sampai putusan MK hanya berdasarkan kebenaran formal, tapi mengabaikan kebenaran substansial," ucapnya.
Sumber: tribunnews.com - 16 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMILU