pemiluindonesiaku.blogspot.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Juajir Sumardi mengatakan, pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu bisa berimplikasi terhadap hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) berupa pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana.
Karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) harus cermat dalam mengambil keputusan, tak hanya berdasarkan angka-angka, tetapi juga berdasarkan substansi dari proses Pilpres itu sendiri.
"Jika pelanggaran administrasi dan pidana yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu itu terbukti, maka berimplikasi terhadap pembatalan hasil Pilpres 2014. Apalagi pelanggaran itu dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif," kata Juajir dalam keterangan persnya, Sabtu (16/8/2014).
Juajir menuturkan, dari proses tahapan Pemilu dari penetapan daftar pemilih sementara hingga daftar pemilih tetap (DPS-DPT) sampai perhitungan rekapitulasi suara Pilpres yang bertanggung jawab adalah KPU dan Bawaslu.
"Termasuk pembukaan kotak suara yang tidak diperintahkan oleh hakim MK, dan jika terbukti, maka hasil Pilpres itu bisa dibatalkan demi hukum," ujarnya.
Untuk itu, segala sengketa Pemilu diselesaikan di MK, agar Pemilu berlangsung secara Luber (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil). Langkah itu, kata Juajir, agar Pemilu yang berlangsung tak saja berdasarkan angka-angka formal, melainkan berbasis keadilan, kejujuran, keterbukaan, kebenaran substansial, dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Jangan sampai putusan MK hanya berdasarkan kebenaran formal, tapi mengabaikan kebenaran substansial," ucapnya.
Karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) harus cermat dalam mengambil keputusan, tak hanya berdasarkan angka-angka, tetapi juga berdasarkan substansi dari proses Pilpres itu sendiri.
"Jika pelanggaran administrasi dan pidana yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu itu terbukti, maka berimplikasi terhadap pembatalan hasil Pilpres 2014. Apalagi pelanggaran itu dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif," kata Juajir dalam keterangan persnya, Sabtu (16/8/2014).
Juajir menuturkan, dari proses tahapan Pemilu dari penetapan daftar pemilih sementara hingga daftar pemilih tetap (DPS-DPT) sampai perhitungan rekapitulasi suara Pilpres yang bertanggung jawab adalah KPU dan Bawaslu.
"Termasuk pembukaan kotak suara yang tidak diperintahkan oleh hakim MK, dan jika terbukti, maka hasil Pilpres itu bisa dibatalkan demi hukum," ujarnya.
Untuk itu, segala sengketa Pemilu diselesaikan di MK, agar Pemilu berlangsung secara Luber (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil). Langkah itu, kata Juajir, agar Pemilu yang berlangsung tak saja berdasarkan angka-angka formal, melainkan berbasis keadilan, kejujuran, keterbukaan, kebenaran substansial, dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Jangan sampai putusan MK hanya berdasarkan kebenaran formal, tapi mengabaikan kebenaran substansial," ucapnya.
Sumber: tribunnews.com - 16 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PEMILU