Hasil Quick Count Pilpres 2014. Prabowo Hatta VS Jokowi-JK. Populi Center 49.05% :50.95%. CSIS 48.10% :51.90%. Litbang Kompas 47.66% :52.33%. IPI 47.05% :52.95%. LSI 46.43% :53.37%. RRI 47.32% :52.68%. SMRC 47.09% :52.91%. Puskaptis 52.05% :47.95%. IRC 51.11% :48.89%. LSN 50.56% :49.94%. JSI 50.13% :49.87% .

KABINET KERJA

Kamis, 20 Maret 2014

Yusril: Ada Apa dengan MK?

Ada apa dengan MK?
pemiluindonesiaku.blogspot.com - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengaku heran dengan putusan MK yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukannya. Dia menertawakan putusan MK tersebut.

"Kalau permohonan dikabulkan, saya biasa saja. Kalau ditolak, saya tertawa. MK selalu menyebut diri mereka sebagai penafsir tunggal konstitusi, tapi kali ini mereka mengatakan tidak berwenang menafsirkan konstitusi. Jadi, saya mengatakan, 'ha-ha-ha' tertawa sama MK," kata Yusril seusai sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (20/3/2014) siang.

Dalam putusannya, MK memutuskan tidak dapat menerima permohonan Yusril yang meminta MK untuk menafsirkan Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 7C, dikaitkan dengan Pasal 22E Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3), dan penafsiran Pasal 6A Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

MK juga memutuskan menolak permohonan Yusril lainnya. Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang ini mempertanyakan apa yang terjadi pada MK saat ini. Jika memang tidak mempunyai kewenangan untuk menafsirkan konstitusi, ia menyarankan agar kewenangan MK menguji undang-undang sebaiknya dicabut. Yusril bahkan menyarankan agar MK membubarkan diri karena sudah kehilangan fungsi.

"Jadi, ada apa dengan MK? Mereka padahal berwenang menafsirkan konstitusi. Kalau mereka tidak berwenang, bubar saja. Untuk apa ada MK kalau tidak berwenang menafsirkan. Kali ini MK terbuka dalam putusannya menyatakan tidak berwenang mengadili perkara untuk menafsirkan konstitusi. Jadi, kalau mereka tidak berwenang lagi menafsirkan konstitusi kewenangan MK untuk menguji undang-undang, harusnya dicabut juga dari MK," kata Yusril.

Dalam permohonannya, Yusril menguji Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 UU Pilpres. Intinya, Yusril meminta agar Pemilu 2014 dilaksanakan secara serentak dan ambang batas (presidential threshold) dapat dihapuskan. Dengan ditolaknya putusan ini, pemilu serentak tetap dilaksanakan pada tahun 2019 mendatang dan ambang batas pencalonan presiden tidak dihapuskan.
Sumber: nasional.kompas.com - Kamis 20 Maret 2014

MK Tolak Uji Materi UU Pilpres yang Diajukan Yusril

Mahkamah Konstitusi menolak uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra. Dengan putusan itu, maka pemilu serentak tetap dilaksanakan pada tahun 2019 mendatang dan ambang batas pencalonan presiden (presidential tresshod) tidak dihapuskan.

"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan seluruhnya," kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusannya di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
Dalam permohonannya, Yusril menguji pasal 3 ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU Pilpres. Intinya, Yusril meminta agar pemilu 2014 dilaksanakan secara serentak dan ambang batas presidential tresshold dapat dihapuskan.

Hamdan sebelumnya mengatakan, pengambilan keputusan uji materi ini tak melalui sidang pleno hakim. Menurutnya, hal tersebut sudah biasa karena memang banyak perkara di MK yang diputuskan tanpa melalui sidang pleno.
"Kalau tidak melalui pleno, berarti informasi-informasi, penjelasan-penjelasan, dianggap cukup. Kalau melalui pleno, berarti kami anggap belum cukup. Jadi, dilengkapi di dalam pleno," kata Hamdan di Gedung MK.

Sebelumnya, akademisi Effendi Gazalli telah mengajukan permohonan serupa ke MK. Dia menguji pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112. Namun, hampir setahun berjalan, sidang putusan tidak digelar. Yusril kemudian mengajukan permohonan serupa.

Belakangan, permohonan Effendi diputus. MK mengabulkan permohonan mengenai pemilu serentak, tetapi waktu pelaksanaannya dimulai pada 2019 agar tidak mengganggu pelaksanaan pemilu 2014 yang sudah berjalan.

MK ketika itu menolak permohonan soal presidential tresshold dan menyerahkan soal ambang batas kepada pembuat undang-undang, yakni DPR dan Presiden. 

Sumber: nasional.kompas.com - Kamis 20 Maret 2014 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMILU