pemiluindonesiaku.blogspot.com - Pada 2014 ini, kita akan punya presiden baru. Soal siapa yang akan
menjadi presiden, masih menjadi wacana. Jumlah bakal calonnya pun masih
berkembang. Tapi, tak lama lagi kita memang harus memilih. Tidak salah
bila kita mulai merenungkan presiden seperti apa yang selayaknya kita
pilih nanti. Kita bisa membayangkan presiden yang paling ideal.
Namanya boleh kita umumkan dari sekarang, secara sederhana atau sambil berteriak sebagaimana dilakukan orang lain. Tapi, pada saatnya nanti, kita akan dihadapkan pada kenyataan hanya harus memilih dua atau lebih pasangan calon presiden yang disodorkan oleh partai politik yang mempunyai hak mencalonkan presiden. Bukan lagi soal mimpi kita dan teriakan-teriakan tadi, melainkan soal demikianlah konstitusi mengaturnya.
Konstitusi menyebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Tak peduli cocok-tidaknya mereka dengan mimpi pribadi kita. Demikianlah aturan dibuat untuk memberikan kepastian dan menghindarkan kekacauan. Sistem mengatur pemberian amanat rakyat dalam bentuk kekuasaan untuk memimpin rakyat. Mungkin bukan aturan yang ideal, tapi baru itu yang tersedia. Bila ingin yang lebih ideal, berjuanglah untuk menyempurnakan aturan yang tercantum dalam konstitusi. Setidaknya, bergabunglah dengan mereka yang tengah memperjuangkan perubahan kelima UUD 1945.
Dengan aturan yang tersedia dan calon yang disodorkan, kita harus memilih presiden, tentu lengkap dengan wakilnya. Mereka satu paket. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Tidak bisa memilih a la carte, presidennya yang ini, wakilnya yang itu. Mereka dua yang mesti dianggap satu, atau dianggap satu meskipun dua.
Lalu, yang mana yang harus dipilih? Dalam keterbatasan ketersediaan, pilihlah presiden yang paling Indonesia. Bukan yang paling kita kenal, yang ada hubungan saudara atau kerabat, yang sangat membela sukunya, daerahnya, teman, dan sanak saudara seideologinya, atau semacam itu. Karena dia harus menjadi presiden Indonesia, bukan presiden kelompok dan daerah tertentu. Minimal wawasan dan kepeduliannya sejangkau kedaulatan teritorial bangsa ini, yakni teritorial kawasan, teritorial budaya, dan teritorial sosial.
Masyarakat di hampir seluruh wilayah negeri ini, terutama di daerah timur dan tengah, apalagi yang berada di sisi terdepan dan perbatasan, umumnya tidak merasakan jangkauan tangan pemerintah. Apalagi perhatian presiden. Sampai-sampai, sebagian besar penduduk mengatakan presiden mungkin lebih sibuk dengan dirinya sendiri atau hal besar di Jakarta dan mereka telah terbiasa oleh hal itu.
Tentu ada tangan pemerintah sampai batas tertentu, namun dirasa tidak cukup mengayomi rakyat. Seorang mantan anggota DPD RI dari Maluku Utara, misalnya, menyatakan bahwa perilaku aparat di daerahnya sangat memprihatinkan. Jangankan mengayomi rakyat, pendapatan dari pusat saja banyak masuk kantong aparat.
Kondisi itu berakibat luas, sebagaimana yang juga terjadi di berbagai daerah. Aparat tidak berfokus melayani rakyat, tapi lebih getol mencari cara untuk meningkatkan pendapatan pribadi.
Berbagai cara dilakukan, banyak waktu dihamburkan, dan pelayanan terabaikan. Kesejahteraan rakyat, keamanan, bahkan kepentingan daerahnya sendiri bukan lagi prioritas. Semua dilihat dari kacamata proyek. Lebih parah lagi untuk wilayah yang lebih ke dalam, terpencil, perbatasan, atau terdepan. Kasus-kasus yang berhulu pada kurangnya perhatian pemerintah pusat sangat menonjol. Beberapa malah punya listrik dari negara tetangga, belanja di negara tetangga, dan lebih akrab menggunakan mata uang negara tetangga. Ini karena masyarakat merasa tidak cukup diurus oleh negaranya sendiri.
Itu semua tentu bukan kesalahan seorang presiden belaka. Namun, presiden yang mempunyai perhatian keindonesiaan mestinya punya kesadaran sampai jauh ke bagian terdepan teritorial wilayah negerinya.
Kesadaran itu yang mendorong pemerintahannya memberikan perhatian ekstra hingga jauh ke bagian paling terpencil sekalipun. Presiden seperti inilah yang dirindukan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang berada jauh dari daerah terpencil.
Bila bisa mendapatkan presiden dengan kesadaran seperti ini, dapat diharapkan ia juga mempunyai kesadaran budaya dan sosial yang memadai untuk berhasil sebagai presiden yang ideal bagi banyak orang. Ada baiknya kita mengingat hal-hal ini pada saat memilih presiden nanti. Agar, setidaknya, kita telah memilih dengan kriteria yang sesuai untuk Indonesia, meskipun dengan ponten tidak penuh andai tak ada yang bisa mencapai angka ideal kita.
Sumber : pemilu.tempo.comNamanya boleh kita umumkan dari sekarang, secara sederhana atau sambil berteriak sebagaimana dilakukan orang lain. Tapi, pada saatnya nanti, kita akan dihadapkan pada kenyataan hanya harus memilih dua atau lebih pasangan calon presiden yang disodorkan oleh partai politik yang mempunyai hak mencalonkan presiden. Bukan lagi soal mimpi kita dan teriakan-teriakan tadi, melainkan soal demikianlah konstitusi mengaturnya.
Konstitusi menyebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Tak peduli cocok-tidaknya mereka dengan mimpi pribadi kita. Demikianlah aturan dibuat untuk memberikan kepastian dan menghindarkan kekacauan. Sistem mengatur pemberian amanat rakyat dalam bentuk kekuasaan untuk memimpin rakyat. Mungkin bukan aturan yang ideal, tapi baru itu yang tersedia. Bila ingin yang lebih ideal, berjuanglah untuk menyempurnakan aturan yang tercantum dalam konstitusi. Setidaknya, bergabunglah dengan mereka yang tengah memperjuangkan perubahan kelima UUD 1945.
Dengan aturan yang tersedia dan calon yang disodorkan, kita harus memilih presiden, tentu lengkap dengan wakilnya. Mereka satu paket. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Tidak bisa memilih a la carte, presidennya yang ini, wakilnya yang itu. Mereka dua yang mesti dianggap satu, atau dianggap satu meskipun dua.
Lalu, yang mana yang harus dipilih? Dalam keterbatasan ketersediaan, pilihlah presiden yang paling Indonesia. Bukan yang paling kita kenal, yang ada hubungan saudara atau kerabat, yang sangat membela sukunya, daerahnya, teman, dan sanak saudara seideologinya, atau semacam itu. Karena dia harus menjadi presiden Indonesia, bukan presiden kelompok dan daerah tertentu. Minimal wawasan dan kepeduliannya sejangkau kedaulatan teritorial bangsa ini, yakni teritorial kawasan, teritorial budaya, dan teritorial sosial.
Masyarakat di hampir seluruh wilayah negeri ini, terutama di daerah timur dan tengah, apalagi yang berada di sisi terdepan dan perbatasan, umumnya tidak merasakan jangkauan tangan pemerintah. Apalagi perhatian presiden. Sampai-sampai, sebagian besar penduduk mengatakan presiden mungkin lebih sibuk dengan dirinya sendiri atau hal besar di Jakarta dan mereka telah terbiasa oleh hal itu.
Tentu ada tangan pemerintah sampai batas tertentu, namun dirasa tidak cukup mengayomi rakyat. Seorang mantan anggota DPD RI dari Maluku Utara, misalnya, menyatakan bahwa perilaku aparat di daerahnya sangat memprihatinkan. Jangankan mengayomi rakyat, pendapatan dari pusat saja banyak masuk kantong aparat.
Kondisi itu berakibat luas, sebagaimana yang juga terjadi di berbagai daerah. Aparat tidak berfokus melayani rakyat, tapi lebih getol mencari cara untuk meningkatkan pendapatan pribadi.
Berbagai cara dilakukan, banyak waktu dihamburkan, dan pelayanan terabaikan. Kesejahteraan rakyat, keamanan, bahkan kepentingan daerahnya sendiri bukan lagi prioritas. Semua dilihat dari kacamata proyek. Lebih parah lagi untuk wilayah yang lebih ke dalam, terpencil, perbatasan, atau terdepan. Kasus-kasus yang berhulu pada kurangnya perhatian pemerintah pusat sangat menonjol. Beberapa malah punya listrik dari negara tetangga, belanja di negara tetangga, dan lebih akrab menggunakan mata uang negara tetangga. Ini karena masyarakat merasa tidak cukup diurus oleh negaranya sendiri.
Itu semua tentu bukan kesalahan seorang presiden belaka. Namun, presiden yang mempunyai perhatian keindonesiaan mestinya punya kesadaran sampai jauh ke bagian terdepan teritorial wilayah negerinya.
Kesadaran itu yang mendorong pemerintahannya memberikan perhatian ekstra hingga jauh ke bagian paling terpencil sekalipun. Presiden seperti inilah yang dirindukan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang berada jauh dari daerah terpencil.
Bila bisa mendapatkan presiden dengan kesadaran seperti ini, dapat diharapkan ia juga mempunyai kesadaran budaya dan sosial yang memadai untuk berhasil sebagai presiden yang ideal bagi banyak orang. Ada baiknya kita mengingat hal-hal ini pada saat memilih presiden nanti. Agar, setidaknya, kita telah memilih dengan kriteria yang sesuai untuk Indonesia, meskipun dengan ponten tidak penuh andai tak ada yang bisa mencapai angka ideal kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PEMILU