Hasil Quick Count Pilpres 2014. Prabowo Hatta VS Jokowi-JK. Populi Center 49.05% :50.95%. CSIS 48.10% :51.90%. Litbang Kompas 47.66% :52.33%. IPI 47.05% :52.95%. LSI 46.43% :53.37%. RRI 47.32% :52.68%. SMRC 47.09% :52.91%. Puskaptis 52.05% :47.95%. IRC 51.11% :48.89%. LSN 50.56% :49.94%. JSI 50.13% :49.87% .

KABINET KERJA

Kamis, 16 Mei 2013

Parpol dan Kontestasi Pemilu

pemiluindonesiaku.blogspot.com -Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan 12 partai politik nasional dan tiga partai lokal menjadi peserta Pemilu 2014. Wa­laupun keputusan tersebut mengundang kontroversi bagi sebagian partai politik yang gagal menjadi peserta pemilu, jumlah partai yang banyak ini turut mem­pe­ngaruhi dinamika politik menjelang Pemilu 2014. Ini semua terkait dengan persiapan partai menjelang pemilu yang direncanakan pada 9 April 2014.

Partai politik seakan berlomba dengan waktu untuk menyosialisasikan manifesto politiknya kepada masyarakat dan berharap dapat dukungan pada pemilu mendatang. Namun, dari sisi lain, usaha ini berhadapan dengan kerja ekstrakeras karena kepercayaan masyarakat terhadap partai politik terus menurun.

Realita ini menegaskan bahwa dukungan yang diharapkan partai politik kepada masyarakat pada pemilu mendatang masih sangat sulit diharapkan. Bahkan, pelaksanaan pemilu mendatang dibayang-bayangi dengan tingginya angka golput. Setahun menjelang pemilu harus dimaksimalkan setiap partai untuk meyakinkan masyarakat agar bersedia mendukung mereka. Konsekuensinya, mulai tahun ini, partai politik dan kadernya akan lebih sibuk melakukan pencitraan.

Ketatnya kontestasi politik tidak hanya melibatkan partai, tapi juga sesama kader untuk mendapatkan kursi di lembaga legislatif. Akibatnya, kader partai akan saling bersaing menyusun strategi agar mendapatkan suara terbanyak. Apalagi mekanisme suara terbanyak ini menjadi dasar penentuan kemenangan seorang calon legislatif.

Lalu, apa konsekuensinya, jika pemilu mendatang masih melibatkan banyak partai? Yang jelas, terjadi polarisasi dukungan pemilih kepada jumlah pilihan yang beragam. Kecenderungan polarisasi dukungan masyarakat terhadap partai ini adalah dampak dari belum stabilnya identifikasi kepartaian masyarakat sehingga mempengaruhi kontestasi politik dalam pemilu mendatang.

Jika ditelisik lebih jauh, sebenarnya ada yang menarik dari tiga kali pelaksanaan pemilu masa reformasi ini. Pemilu yang dilaksanakan sejak tahun 1999 hingga 2009 menegaskan tidak ada satu pun partai yang menang secara mayoritas. Bahkan, pemenangnya selalu berganti dari pemilu ke pemilu. Pada Pemilu 1999 yang menang adalah PDIP dengan persentase suara sebesar 33,74 persen. Sementara, Pemilu 2004, pemenangnya adalah Partai Golkar dengan perolehan suara sebanyak 21,5 persen. Lalu, pada Pemilu 2009, jumlah suara terbesar justru diperoleh Partai Demokrat dengan perolehan suara sebanyak 20,85 persen. Malah ada kecenderungan bahwa persentase perolehan suara partai pemenang pemilu justru semakin menurun. Ini adalah implikasi dari semakin tingginya angka golput dari pemilu ke pemilu.

Dalam waktu kurang satu tahun menjelang pelaksanaan pemilu legislatif, maka pilihan pemilih sebenarnya lebih banyak ditentukan oleh faktor jangka pendek yang diciptakan oleh partai. Misalnya, belajar dari kemenangan Partai Demokrat pada pemilu lalu yang mampu memainkan isu antikorupsi dengan menonjolkan figur SBY, menyebabkan partai ini mendapatkan suara pemilih yang signifikan. Singkatnya, kemampuan partai politik menggiring opini publik terkait dengan isu dan figur yang akan dipilih salah satu faktor penentu kemenangan partai dalam Pemilu 2014.

Fakta lain yang juga perlu menjadi perhatian adalah bertambahnya jumlah pemilih yang tergolong pemilih pemula. Ini dapat dirujuk rilis data kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan jumlah penduduk wajib ber-KTP pada pendataan penduduk yang lalu bertambah sebanyak 20,4 juta pemilih. Jumlah ini sangat potensial menentukan kemenangan satu partai politik.

Lalu, bagaimana dengan keberadaan pemilih loyalis dan militan dalam pemilu mendatang? Apakah masih menentukan kemenangan suatu partai? Secara sederhana, jika dipelajari kemenangan partai politik dalam Pemilu 1999 hingga 2009, maka dapat diketahui bahwa jumlah pemilih yang loyal dan militan kepada suatu partai politik, jumlahnya tidaklah banyak. Ini dapat dilihat dari jumlah suara minimal yang diperoleh oleh dua partai besar dalam pemilu terakhir seperti Partai Golkar yang menempati posisi kedua pada Pemilu 2009 yang hanya memperoleh suara sebanyak 14,45 persen. Perolehan angka ini jelas berasal dari pemilih loyalis mereka. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada PDIP dalam Pemilu 2009 yang juga memperoleh 14.03 persen dengan memperoleh posisi ketiga.

Dengan melihat kecenderungan perolehan suara kedua partai ini yang terus turun hingga 14 persen, ini termasuk angka yang cukup moderat memetakan persentase dukungan bagi partai besar yang memiliki pemilih yang loyal. Dengan demikian, sisanya adalah mereka yang belum menentukan pilihan.

Satu yang jelas, sejak penetapan partai peserta pemilu oleh KPU hingga menjelang Pemilu 2014, atmosfer persaingan antarpartai di ruang publik akan semakin terasa. Karenanya, perlu pendidikan politik kepada pemilih agar memilih partai dengan calon anggota legislatif yang berkualitas

Oleh : Asrinaldi A
Dosen Ilmu Politik Unand
Sumber: padangekspres.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMILU