Hasil Quick Count Pilpres 2014. Prabowo Hatta VS Jokowi-JK. Populi Center 49.05% :50.95%. CSIS 48.10% :51.90%. Litbang Kompas 47.66% :52.33%. IPI 47.05% :52.95%. LSI 46.43% :53.37%. RRI 47.32% :52.68%. SMRC 47.09% :52.91%. Puskaptis 52.05% :47.95%. IRC 51.11% :48.89%. LSN 50.56% :49.94%. JSI 50.13% :49.87% .

KABINET KERJA

Rabu, 30 Januari 2013

Kinerja Buruk KPU Menjegal Langkah Partai SRI Menuju Pemilu 2014

Persidangan BAWASLU yang memeriksa gugatan Partai SRI terhadap KPU akan memutuskan hasilnya besok, Rabu 30 Januari 2012. Serangkaian bukti hukum yang kami ajukan, adalah untuk membela hak kami menjadi peserta Pemilu 2014.
  •  Sesungguhnya HAK itu melekat pada status kami sebagai Partai Politik yang sudah dinyatakaan SAH oleh Undang-undang, yaitu sejak status hukum sebagai Partai diberikan oleh Negara, melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
  • Bahkan bila merujuk pada Konstitusi, maka jelas bahwa hak untuk ikut dalam Pemilu adalah hak konstitusional Partai. Tidak boleh ada pembatasan lain terhadap prinsip itu, apalagi oleh Negara, melalui KPU sebagai penyelenggara Pemilu.
  • Karena itu, sebetulnya sangatlah inkonstitusional untuk membedakan antara "Hak Partai Politik" dan "Hak Partai Politik Peserta Pemilu". KPU hanyalah Panitia Penyelenggara Pemilu. KPU tidak boleh menentukan kriteria lain, diluar yang telah ditentukan Konstitusi. Secara sosiologis, politik dan filosofis, Partai Politik memang dimaksudkan untuk mengikuti Pemilu.
  • Tetapi justeru dalam ketidakpahaman itulah KPU mempermainkan kedudukannya untuk MENDISKRIMINASI Partai Politik, MEREKAYASA aturan-aturan verifikasi Partai, dan bahkan MEMALSUKAN informasi publik. Jalan pikiran inilah yang kami temukan selama kami berupaya membuktikan pelanggaran hak-hak kami 
  • Contoh paling nyata dari diskriminasi itu adalah penggunaan oleh KPU, 2 (dua) aturan yang berbeda di dalam memverifikasi Partai. Terhadap 16 Partai yang diverifikasi pada tahap pertama, KPU memberlakukan SK KPU No. 588/KPU/XI/2012 yang persyaratannya lebih mudah dalam soal syarat pembuktian keanggotaan Partai, dibanding dengan persyaratan SK KPU No. 681/KPU/XII/2012 yang diberlakukan pada 18 Partai yang diverifikasi tahap kedua. Seandainya SK. No. 681 dipakai pada verifikasi tahap pertama, maka tidak satupun Partai yang mampu memenuhinya. Sebaliknya, bila syarat pada SK. No. 588 itu yang dipakai untuk memverifikasi Partai-partai pada tahap kedua, maka dengan mudah Partai SRI memenuhinya.
  • Contoh kedua adalah Surat Keputusan (SK) KPU No. 5/Kpts/KPU/2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2014 yang tidak memasukkan verifikasi administratif sebagai pertimbangan. Dalam SK tersebut KPU hanya memasukkan verifikasi faktual sebagai konsideran tunggal. Saksi ahli Dr. Lintong Oloan Siahaan, SH., MH yang merupakan salah satu sumber hukum yang didatangkan pada sidang ajudikasi tanggal 28 Januari 2013 mengatakan, SK tersebut adalah cacat hukum, karena persyaratan administrasi yang ada dalam UU Pemilu No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum bersifat imperatif yang artinya tidak bisa dikurangi atas alasan apa pun.
  • Contoh ketiga, terdapat materi yang berbeda di dalam satu peraturan, yakni Peraturan KPU No. 14/2012. Versi pertama peraturan ini memiliki pasal 20, sementara peraturan lain dengan nomor yang sama tidak memiliki pasal 20. Menurut Dr. Lintong, hal ini merupakan pelanggaran pidana atau sebuah kejahatan. Seharusnya, jika KPU ingin melakukan perbaikan terhadap PKPU tersebut maka yang harus dilakukan adalah dengan membuat PKPU baru dan bukan menambahkan pasal dalam satu peraturan dengan nomor yang sama.
  • Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memang telah memulihkan hak Partai-partai politik yang dirugikan oleh inkompetensi, pelanggaran etis, dan pelanggaran hukum KPU. Tetapi kami kembali menemukan soal yang lebih berbahaya: KPU telah berbuat sengaja menjalankan suatu rencana diskriminasi politik dengan berbagai tindakan manipulatif. Dalam rangkaian tindakan itu terdapat perbuatan melanggar etika, perbuatan melanggar hukum, dan bahkan sangat kuat indikasi perbuatan tindak pidana pemalsuan dokumen.
  •  Jelas, proses Pemilu yang diawali dengan rencana diskriminasi itu, sangat kuat terkait dengan permainan politik besar, tingkat tinggi, suatu konspirasi oligarkis yang hendak menghalangi pelaksanaan konstitusi.
  •  Kami masih percaya pada konsistensi penegakan keadilan oleh BAWASLU, DKPP, Pers dan kekuatan akal sehat publik. Dengan sikap berintegritas, kita semua harus meneruskan proses pembersihan dan pembaruan politik itu.
Jakarta, 29 Januari 2013
D. Taufan
Ketua Umum
Partai Serikat Rakyat Independen
Sumber: Tribunnews.com - Selasa, 29 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMILU