Jakarta: KOALISI Amankan Pemilu 2014 yang terdiri dari pelbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), meminta pemerintah memecat birokrat 'pembangkang' kesekjenan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya, menurut Koalisi Amankan Pemilu, hal tersebut menunjukkan betapa buruknya relasi antara komisioner KPU dengan birokrasi kesekejenan KPU.
"Ini menunjukkan lemahnya institusi KPU dalam penyelenggaraan pemilu secara mandiri dan independen," kata Wahyudinata, Koordinator Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) di Bakoel Cofee Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (21/11).
LSM yang tergabung dalam koalisi ini, yakni Perludem, SSS, Formappi, JPPR, IBC, ICW, dan sebagainya mengatakan, pembangkangan birokrat didalam satu lingkup organisasi pemerintah, tentu bukan hal biasa.
Menurut Wahyu, ini dapat diartikan sebagai penolakan untuk melakukan pelayanan publik, mengancam keberlangsungan penyelenggaraan pemilu dan pelanggaran etika sebagai Pegawai Negeri Sipil.
"Jika dianalisis lebih jauh, persoalan dapat bermuara pada upaya pelemahan KPU sebagai akibat ketidakjelasan rentang hirarki dan kewenangan komisioner KPU didalam melakukan fungsi rekrutmen birokrasi kepemiluan, penguatan organisasi dan kontrol atas pelaksanaan fungsi-fungsi serta kinerja kesekjenan KPU," imbuhnya.
Oleh karena itu, kementerian pemerintahan dalam hal ini, kemendagri, harus mengambil langkah yang bijak untuk menyelesaikan persoalan ini, sehingga masalah tidak berlarut dan merembet menjadi persoalan laten yang mempengaruhi penyelenggaraan pemilu.
"Rekrutmen pegawai kesekjenan dan kesekretariatan KPU seharusnya proses yang krusial untuk memilih sumber daya manusia terbaik yang akan membantu sistem pendukung penyelenggaraan pemilu yang profesional, berkualitas dan berintegritas," tutup Wahyu.
"Ini menunjukkan lemahnya institusi KPU dalam penyelenggaraan pemilu secara mandiri dan independen," kata Wahyudinata, Koordinator Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) di Bakoel Cofee Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (21/11).
LSM yang tergabung dalam koalisi ini, yakni Perludem, SSS, Formappi, JPPR, IBC, ICW, dan sebagainya mengatakan, pembangkangan birokrat didalam satu lingkup organisasi pemerintah, tentu bukan hal biasa.
Menurut Wahyu, ini dapat diartikan sebagai penolakan untuk melakukan pelayanan publik, mengancam keberlangsungan penyelenggaraan pemilu dan pelanggaran etika sebagai Pegawai Negeri Sipil.
"Jika dianalisis lebih jauh, persoalan dapat bermuara pada upaya pelemahan KPU sebagai akibat ketidakjelasan rentang hirarki dan kewenangan komisioner KPU didalam melakukan fungsi rekrutmen birokrasi kepemiluan, penguatan organisasi dan kontrol atas pelaksanaan fungsi-fungsi serta kinerja kesekjenan KPU," imbuhnya.
Oleh karena itu, kementerian pemerintahan dalam hal ini, kemendagri, harus mengambil langkah yang bijak untuk menyelesaikan persoalan ini, sehingga masalah tidak berlarut dan merembet menjadi persoalan laten yang mempengaruhi penyelenggaraan pemilu.
"Rekrutmen pegawai kesekjenan dan kesekretariatan KPU seharusnya proses yang krusial untuk memilih sumber daya manusia terbaik yang akan membantu sistem pendukung penyelenggaraan pemilu yang profesional, berkualitas dan berintegritas," tutup Wahyu.
Sumber: indonesiarayanews.com - Wednesday, November 21, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PEMILU