Hasil Quick Count Pilpres 2014. Prabowo Hatta VS Jokowi-JK. Populi Center 49.05% :50.95%. CSIS 48.10% :51.90%. Litbang Kompas 47.66% :52.33%. IPI 47.05% :52.95%. LSI 46.43% :53.37%. RRI 47.32% :52.68%. SMRC 47.09% :52.91%. Puskaptis 52.05% :47.95%. IRC 51.11% :48.89%. LSN 50.56% :49.94%. JSI 50.13% :49.87% .

KABINET KERJA

Sabtu, 08 November 2014

Ini Persoalan Utama dan Dampak Kisruh DPR RI

pemiluindonesiaku.blogspot.com - Konflik antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) belum mencapai titik temu. Alhasil, konflik ini mengakibatkan dualisme kepemimpinan di parlemen. Jika tidak dihentikan, konflik ini berpotensi menghambat jalan pemerintahan.

Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Komite Rakyat Menggugat DPR mengungkapkan persoalan utama kisruh dua koalisi di parlemen dan dampaknya terhadap kedaulatan bangsa.

Hal ini disampaikan oleh Komite Rakyat Menggugat DPR dalam konferensi pers yang diselenggarakan di kantor YLBHI Jakarta pada Jumat (7/11). Konferensi pers ini merupakan penyampaian hasil rekomendasi dari sarasehan yang dilakukan oleh KRMD pada 4 November 2014 dengan menghadir tokoh-tokoh seperti pengamat politik dari LIMA Indonesia Ray Rangkuti, Pengamat Hukum Tata Negara Refli Harun, Rohaniawan yang sekaligus menjabat Sekretaris Jenderal Setara Intitute Romo Beny Susatyo, pendeta Victor Rambeth dan Asep W.

“Persoalan utama dari kisruh di parlemen adalah partai politik tidak kompeten dan pemimpin partai yang egois,” ujar Direktur Advokasi YLBHI Bahrain dalam konferensi pers tersebut.

Dia menjelaskan, persoalan utama parpol adalah belum memiliki sistem rekruitmen dan sistem keuangan yang baik sehingga masing-masing partai berupaya merebut kekuasaan, mengutamakan kepentingan partai dan mengabaikan kepentingan partai.

“Akibatnya terjadi kebuntuan dalam dialog atau musyawarah. Ketika mosi terhadap satu koalisi belum teruji, koalisi yang lain sudah membentuk DPR tandingan sehingga terjadi dualisme pengambilan keputusan. Partai yang bermasalah, tetapi hak rakyat yang dikebiri,” katanya.

Persoalan kedua, menurut Bahrain, adalah UU MD3 yang melanggar kedaulatan rakyat. Dia menjelaskan bahwa salah satu pasal yang melanggar kedaulatan rakyat dalam UU MD3 adalah pasal yang mengatur proses pemilihan pimpinan DPR melalui sistem paket, bukan melalui sistem musyawarah mufakat.

“Mandat DPR adalah mandat majemuk, mereka mewakili daerah pemilihan masing-masing. Ini berbeda dengan mandat Presiden yang bersifat tunggal. Jadi, DPR mewakili dan menfasilitasi semua golongan dan alat kelengkapan juga harus mengakomodasi semua golongan,” jelasnya.

Dua koalisi yang terjadi di parlemen, menurutnya, menyebabkan ketidakberfungsian keterwakilan rakyat. Pimpinan DPR yang dipilih meskipun sah, tetapi tidak demokratis. Alat-alat kelengkapan yang terpilih tidak sah, tidak demokratis dan melanggar UU karena tidak terpenuhnya syarat mengambil keputusan, yaitu harus dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah fraksi.

“Peradaban politik sedang dihancurkan. Politik yang dijalankan di parlemen adalah politik transaksional karena ketua partai tidak mempunyai visi negarawan tetapi transaksional. Hal ini menyebabkan terjadi pelecehan kemanusiaan,” katanya.

Pada akhirnya, lanjut Bahrain, kisruh di DPR berdampak pada hilangnya kehormatan dan martabat DPR di mata rakyat yang sudah kehilangan kepercayaan publik terhadap DPR.

“Dinamika perbedaan pendapat dan saling adu konsep yang seharusnya menjadi proses yang wajar menjadi tidak etis lagi karena aspirasi rakyat sudah diabaikan, unjuk kekuasaan lebih diutamakan,” pungkasnya. (beritasatu.com 07112014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMILU