Sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada pada Kamis (25/9/2014) dihadiri 496 anggota dari 560 kursi. |
pemiluindonesiaku.blogspot.com - Fraksi Partai Amanat Nasional menilai opsi yang ditawarkan Fraksi Partai Demokrat terkait Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) dengan sejumlah syarat bisa menjadi wacana baru untuk memecah kebuntun dalam sidang paripurna, Kamis (25/9/2014).
Oleh karena itu, Fraksi PAN menawarkan agar opsi dari Partai Demokrat itu dibahas terlebih dulu dalam forum lobi. (baca: Dukung Pilkada Langsung, Ini 10 Syarat yang Diminta Demokrat)
“Kepada pimpinan, sebetulnya posisi Partai Demokrat yang tadi disampaikan itu kalau mau diambil keputusan barang kali itu bisa jadi pertimbangan sebelum lobi-lobi fraksi. Usulan Partai Demokrat ini bisa menjadi wacana bisa disetujui atau tidak sehingga bisa lebih mengerucut,” ungkap anggota Fraksi PAN Totok Daryanto.
Totok menilai opsi itu lebih baik dibandingkan dengan kondisi saat ini yang masih terlalu banyak isu yang belum disepakati.
“Ini bisa menjadi wacana disetujui atau tidak, sehingga bisa lebih mengerucut,” katanya.
Sama seperti pandangan pada rapat di tingkat Komisi dan Panja, Fraksi PAN tetap mendukung pelaksanaan Pilkada lewat DPRD. Argumentasi yang disampaikan PAN adalah Pilkada langsung dianggap bukan bagian dari pemilu langsung yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Totok menuturkan, pemilu langsung hanya dimaksudkan untuk pemilu preisden, pemilihan anggota DPR dan DPRD.
“Pilkada langsung justru bertolak dari konstitusi. Kalau ini membuat undang-undang ini sesuai dengan konstitusi, harus diamandemen dulu UUD 1945,” ucap Totok.
Agenda paripurna kali ini akan mengambil keputusan terkait RUU Pilkada. Namun, opsi Pilkada langsung dan tidak langsung dan sejumlah isu lain masih belum disepakati. Jika tidak ditemukan kesepakatan dalam pembahasan, maka akan dilakukan voting.
Fraksi pendukung Pilkada langsung, yakni Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi Partai Demokrat. Sementara pendukung Pilkada tidak langsung, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai PAN, Fraksi PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi Partai Gerindra.
Oleh karena itu, Fraksi PAN menawarkan agar opsi dari Partai Demokrat itu dibahas terlebih dulu dalam forum lobi. (baca: Dukung Pilkada Langsung, Ini 10 Syarat yang Diminta Demokrat)
“Kepada pimpinan, sebetulnya posisi Partai Demokrat yang tadi disampaikan itu kalau mau diambil keputusan barang kali itu bisa jadi pertimbangan sebelum lobi-lobi fraksi. Usulan Partai Demokrat ini bisa menjadi wacana bisa disetujui atau tidak sehingga bisa lebih mengerucut,” ungkap anggota Fraksi PAN Totok Daryanto.
Totok menilai opsi itu lebih baik dibandingkan dengan kondisi saat ini yang masih terlalu banyak isu yang belum disepakati.
“Ini bisa menjadi wacana disetujui atau tidak, sehingga bisa lebih mengerucut,” katanya.
Sama seperti pandangan pada rapat di tingkat Komisi dan Panja, Fraksi PAN tetap mendukung pelaksanaan Pilkada lewat DPRD. Argumentasi yang disampaikan PAN adalah Pilkada langsung dianggap bukan bagian dari pemilu langsung yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Totok menuturkan, pemilu langsung hanya dimaksudkan untuk pemilu preisden, pemilihan anggota DPR dan DPRD.
“Pilkada langsung justru bertolak dari konstitusi. Kalau ini membuat undang-undang ini sesuai dengan konstitusi, harus diamandemen dulu UUD 1945,” ucap Totok.
Agenda paripurna kali ini akan mengambil keputusan terkait RUU Pilkada. Namun, opsi Pilkada langsung dan tidak langsung dan sejumlah isu lain masih belum disepakati. Jika tidak ditemukan kesepakatan dalam pembahasan, maka akan dilakukan voting.
Fraksi pendukung Pilkada langsung, yakni Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi Partai Demokrat. Sementara pendukung Pilkada tidak langsung, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai PAN, Fraksi PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi Partai Gerindra.
Sumber: nasional.kompas.com - Kamis, 25 September 2014
Dukung Pilkada Langsung, Ini 10 Syarat yang Diminta Demokrat
Partai Demokrat telah memastikan sikap mendukung mekanisme pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Namun, ada 10 syarat yang diminta Demokrat agar dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-undang Pilkada.
Syarat tersebut dianggap untuk perbaikan pelaksanaan Pilkada langsung yang sudah berjalan 10 tahun terakhir. Apa saja syarat tersebut?
"Pertama, uji publik atas integritas calon gubernur, calon bupati dan calon wali kota," kata Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2014).
Kedua, efisiensi biaya penyelenggaraan pilkada mutlak dilakukan. Ketiga, perbaikan atas pengaturan dan pembatasan pelaksanaan kampanye terbuka. Keempat, akuntabilitas penggunaan dana kampanye. Kelima, larangan politik uang dan sewa kendaraan partai.
Keenam, Demokrat juga meminta agar fitnah dan kampanye hitam dilarang.
"Ketujuh, larangan pelibatan aparat birokrasi, kedelapan larangan pencopotan aparat birokrasi paskapilkada," katanya.
Kesembilan, perbaikan atas penyelesaian sengketa pilkada dan terakhir pencegahan kekerasan dan tanggungjawab calon atas kepatuhan pendukungnya.
Sikap Demokrat tersebut mengubah peta politik di DPR. Kini, mayoritas fraksi di DPR memilih agar kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat.
Syarat tersebut dianggap untuk perbaikan pelaksanaan Pilkada langsung yang sudah berjalan 10 tahun terakhir. Apa saja syarat tersebut?
"Pertama, uji publik atas integritas calon gubernur, calon bupati dan calon wali kota," kata Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2014).
Kedua, efisiensi biaya penyelenggaraan pilkada mutlak dilakukan. Ketiga, perbaikan atas pengaturan dan pembatasan pelaksanaan kampanye terbuka. Keempat, akuntabilitas penggunaan dana kampanye. Kelima, larangan politik uang dan sewa kendaraan partai.
Keenam, Demokrat juga meminta agar fitnah dan kampanye hitam dilarang.
"Ketujuh, larangan pelibatan aparat birokrasi, kedelapan larangan pencopotan aparat birokrasi paskapilkada," katanya.
Kesembilan, perbaikan atas penyelesaian sengketa pilkada dan terakhir pencegahan kekerasan dan tanggungjawab calon atas kepatuhan pendukungnya.
Sikap Demokrat tersebut mengubah peta politik di DPR. Kini, mayoritas fraksi di DPR memilih agar kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat.
Sebelumnya, usulan pilkada lewat DPRD mendominasi pembahasan RUU Pilkada di DPR. Partai Golkar (106 kursi), PPP (38 kursi), PAN (46 kursi), PKS (57 kursi), Partai Gerindra (26 kursi) yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih mendorong pilkada dilaksanakan melalui DPRD.
Demokrat (148 kursi) sebelumnya juga berpendapat sama. Jika tidak terjadi musyawarah mufakat, pengambilan keputusan bisa dilakukan secara voting. Total suara pendukung pilkada lewat DPRD, sebelum Demokrat berubah sikap, mencapai 421 kursi.
Kini, peta politik berbalik. Sebelumnya, hanya tiga parpol mendukung mekanisme pilkada tetap secara langsung, yakni PDI Perjuangan (94 kursi), PKB (28 kursi), dan Partai Hanura (17 kursi). Jika ditambah Demokrat, maka suara pendukung pilkada langsung di DPR mencapai 287 kursi. Sementara itu, pendukung pilkada lewat DPRD sebanyak 273 kursi
Sumber: nasional.kompas.com - Kamis, 18 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PEMILU