pemiluindonesiaku.blogspot.com -JAKARTA, Indonesia dengan seabrek
masalah ekonomi, hukum, dan intoleransi memerlukan sosok pemimpin yang
negarawan, pluralis, dan berani mengambil risiko. Calon presiden juga
diharapkan fokus pada tugasnya mengurusi negara, bukan disibukkan dengan
partainya atau keluarganya.
Pendapat ini disampaikan pengajar
Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Haryadi; peneliti LIPI
Siti Zuhro; dan Direktur Eksekutif Akar Rumput Political Strategic Dimas
Oky Nugroho secara terpisah, di Jakarta, Kamis (30/5/2013). Zuhro dan
Haryadi sepakat, sosok calon presiden alternatif bisa dimunculkan bila
Indonesia memiliki sosok yang memiliki jiwa kenegarawanan untuk
membangun negeri dan mengatasi segala permasalahan dan ketidakpastian.
Pemimpin
Indonesia, kata Haryadi, harus cakap dan berani mengambil risiko dengan
pilihan kebijakannya. Wawasan dan komitmen multikulturalisme yang
tinggi, menurut dia, juga menjadi syarat mutlak. Sebab, saat ini dan ke
depan, banyak ekspresi ketidakpuasan dalam keanekaragaman ikatan
identitas budaya, baik etnik, agama, bahasa, maupun jender sebagai
konsekuensi pilihan jalan demokrasi dengan kondisi masyarakat yang serba
"kurang".
Sementara itu, Dimas memilih aspek kapasitas dan
integritas sebagai syarat pemimpin, bukan semata populer atau pintar dan
bergelar panjang. Rekam jejak yang bagus serta visi yang jelas akan
membawa Indonesia lebih baik. "Kita perlu pemimpin yang punya hati
nurani, memahami semangat proklamasi dan komitmen ke-Indonesia-an, serta
punya nyali menjalankan hati nuraninya. Pemimpin Indonesia seharusnya satrio pinandito sinisiyan wahyu; bijaksana, cerdas, dan ksatria," ujarnya.
Namun,
tegas Dimas, semua itu tak akan berarti bila pemimpin tak bisa fokus
dalam tugasnya. Bila calon presiden masih diganggu urusan partai atau
perusahaan, dia tak akan mampu konsen memajukan Indonesia sepenuh hati.
Dari
kriteria-kriteria tersebut, muncul nama-nama yang diharapkan mampu
memperbaiki penegakan hukum di Indonesia, seperti Mahfud MD,
Rustriningsih, Joko Widodo, Ganjar Pranowo, Khofifah Indar Parawansa,
dan Tri Rismaharini. Namun, Haryadi menilai belum muncul nama yang
sesuai kriterianya. "Setidaknya tak muncul (nama) ke permukaan dengan record yang
terekam. Ini bisa karena lemahnya pengaderan kepemimpinan dalam
konfigurasi dan tatanan politik Indonesia secara terlembaga," ujar dia.
Sumber: KOMPAS.com —Jumat, 31 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PEMILU